makalah teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia
Seringkali teknologi bukanlah merupakan isu dalam menjembatani kesenjangan digital. Isu yang lebih penting adalah adanya pendekatan kebijakan yang tepat dan kemauan politik untuk melakukan perubahan.
a.
Apakah anda setuju dengan isu ini,
Mengapa ?
Sebelumnya mempertimbangkan kalimat
tersebut, perlu kita ketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan
kesenjangan digital. Kesenjangan digital adalah kesenjangan ekonomi dan sosial
terkait akses, penggunaan, atau dampak teknologi informasi dan komunikasi
(TIK). Kesenjangan antara antarnegara (seperti kesenjangan digital di Amerika
Serikat) dapat mengacu kepada kesenjangan antar individu, rumah tangga, bisnis,
atau wilayah geografis, biasanya dengan tingkat sosial-ekonomi yang berbeda
atau kategori demografi lain. Kesenjangan antarnegara atau kawasan dunia
disebut kesenjangan digital global, yaitu kesenjangan teknologi antara negara
berkembang dan negara maju di tingkat internasional (Wikipedia)
Berdasarkan (Norris 2001; Meredyth et al
2003; . Servon 2002; Holderness 1998; Haywood 1998 ) kesenjangan digital
didefinisikan sebagai berikut :
"Academics have
generally defined the digital divide as being primarily about the gap that
exists between people who have access to the digital media and the Internet and
those who do not have any access."
Berdasarkan
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesenjangan digital adalah
kesenjangan yang ada antara orang-orang yang memiliki akses ke media digital
dan internet dan mereka yang tidak memiliki akses apapun ke media digital dan
internet.
Seiring dengan berkembangnya teknologi
informasi dan komunikasi, istilah digital
divide atau kesenjangan digital mulai sering terdengar belakangan ini. Seperti
yang dapat dilihat di era globalisasi pada saat ini, perkembangan yang cukup
pesat terus dialami teknologi informasi dan komunikasi. Berbagai inovasi
teknologi bermunculan sehingga memberikan kemudahan bagi individu untuk
mengakses dan berbagi berbagai informasi. Bahkan inovasi-inovasi tersebut
dinilai telah menciptakan sebuah dunia baru dalam hal informasi dan komunikasi
sehingga era saat ini dikenal pula sebagai era digital.
Menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD),
istilah kesenjangan digital menggambarkan adanya gap antara individu, rumah tangga, bisnis, dan area geografi pada
level sosio-ekonomi yang berbeda terkait kesempatan mereka untuk mengakses
teknologi informasi dan komunikasi (ICT), serta dalam hal penggunaan internet
untuk berbagai aktivitas (Sparks, 2013: 28). Fenomena kesenjangan digital ini
menjelaskan bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terus
terjadi hingga saat ini nyatanya tidak sepenuhnya bisa dirasakan oleh setiap
individu di seluruh dunia. Distribusi informasi dan sumber daya internet belum
dapat dilakukan secara merata sehingga berpotensi menghadirkan fenomena
kesenjangan digital seperti yang disebutkan.
Jika dianalisis terkait penyebab
kesenjangan digital, maka akan ditemukan banyak faktor yang berpengaruh di dalamnya.
Namun hal utama yang banyak ahli menilai sangat berpengaruh yaitu peran negara.
Kapabilitas negara dalam menyediakan fasilitas jaringan dan teknologi, serta
regulasi kebijakan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh berbagai negara
di era digital saat ini. Hal ini diperkuat oleh penelitian “Networked Readiness Index (NRI)” yang
dilakukan oleh World Economic Forum
dimana negara-negara diurutkan mengenai kesiapannya dalam menghadapi era
digital berdasarkan kebijakan dan peraturan yang dimiliki masing – masing
negara, kepemilikan teknologi, pengaruh teknologi terhadap negara tersebut, dan
lain sebagainya (Sparks, 2013: 28). Hasil dari NRI memperlihatkan bahwa
negara-negara di dunia terbagi menjadi dua golongan yang cukup kontras. Di satu
sisi, negara-negara maju yang mengisi peringkat atas dalam NRI dinilai siap
menghadapi era digital, sedangkan negara-negara dengan peringkat bawah dinilai
tidak siap bersaing dan tidak mampu meraih keuntungan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi di era digital. Selain negara, faktor lain yang turut
berpengaruh kuat terhadap akses individu pada teknologi informasi dan internet
yaitu kelas sosial dan latar belakang pendidikan (Sparks, 2013: 37).
Jika membahas mengenai peran dari
Negara, maka tidak lepas dari adanya regulasi kebijakan yang dikeluarkan oleh
pihak pemerintah. Dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah, tentunya tidak luput dari pengaruh sistem politik
yang merupakan faktor eksternal dalam ilmu pemerintahan. Politik mempunyai
peranan yang penting dalam siklus pemerintahan sebagai transportasi dalam
mendapatkan kekuasaan dan jabatan tertinggi dalam pemerintahan, karena ketika
seorang calon kepala Negara ataupun kepala daerah ikut serta dalam mencalonkan
diri untuk menduduki jabatan dan mencari kekuasaan dalam pemerintahan, tentunya
tidak lepas dari adanya politik dengan tujuan mencari kekuasaan. Pihak
organisasi swasta ( invisible government
) pastinya juga akan ikut ambil bagian dalam hal ini terutama mengenai
urusan pendanaan kampanye para calon kepala Negara ataupun kepala daerah
tentunya dengan bermacam – macam negosiasi kepentingan organisasi dengan para
calon pemimpin jika nantinya terpilih. Tentunya hal ini akan mewarnai setiap
pengambilan keputusan dan kebijakan oleh pemerintah yang tidak lepas dari
berbagai pengaruh kepentingan pihak luar akibat negosiasi yang dilakukan
sebelum terpilih menjadi pemimpin Negara ataupun daerah serta akibat dari
adanya politik itu sendiri.
Sehingga dapat disimpulkan saya setuju
dengan pernyataan bahwa isu teknologi semata – mata mampu menjembatani adanya
kesenjangan digital, tetapi adanya pendekatan kebijakan yang tepat dan kemauan
politik untuk melakukan perubahan juga dibutuhkan dalam upaya menanggulangi dan
menangani kesenjangan digital.
b.
Identifikasi sejumlah isu utama dan
tindakan yang dibutuhkan !
-
Isu penyebab terjadinya kesenjangan
digital :
1.
Infrastruktur
Masalah kesenjangan digital (digital
divide) sebenarnya banyak dipengaruhi oleh tidak meratanya pembangunan
infrastruktur jaringan komunikasi dan regulasi. Sebagai contoh, adanya
perbedaan pola hidup antara masyarakat perkotaan dan pedesaan di daerah-daerah
yang sudah maju. Masyarakat perkotaan di daerah yang sudah maju mempunyai
kemampuan dan wawasan yang lebih tinggi akan teknologi informasi dibandingkan
masyarakat perkotaan yang hidup di daerah kurang maju. Demikian pula,
masyarakat pedesaan di daerah yang sudah maju, mereka akan mempunyai
pengetahuan yang sedikit lebih tinggi untuk mengenal teknologi informasi
dibanding masyarakat pedesaan di daerah yang kurang maju (bahkan tidak
terjangkau jaringan komunikasi sama sekali).
Contoh mudah mengenai kesenjangan
infrastruktur ini yaitu orang yang memiliki akses ke komputer bisa bekerja
dengan cepat. Ia bisa menulis lebih cepat dibandingkan mereka yang masih
menggunakan mesin ketik manual. Contoh yang lain, orang yang mempunyai akses ke
komputer internet, otomatis mempunyai wawasan yang lebih luas di bandingkan
mereka yang sama sekali tidak punya akses ke informasi di Internet yang serba
luas.
2. Kekurangan
skill (SDM)
Kekurangan skill SDM disini bisa
dikatakan sebagai minat dan kemampuan dari seseorang untuk menggunakan sarana
digital. Masih banyak masyarakat yang merasa gugup, takut sehingga enggan
menggunakan sarana digital seperti komputer atau laptop.
3. Kurangnya
pemanfaatan akan internet itu sendiri
Berbicara mengenai kesenjangan digital,
bukanlah semata-mata persoalan infrastuktur. Banyak orang memiliki komputer,
bahkan setiap hari, setiap jam bisa mengakses Internet tetapi "tidak
menghasilkan apapun". Misal, ada seorang remaja punya akses ke komputer
dan Internet. Tapi yang dia lakukan hanya Chatting yang biasa-biasa saja. Tentu
saja, ia tidak bisa menikmati keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh
teknologi digital. Itu artinya, kesenjangan digital tidak hanya bisa dijawab
dengan penyediaan infrastruktur saja. Infrastruktur tentu dibutuhkan tetapi
persoalannya adalah ketika orang punya komputer dan bisa mengakses Internet,
pertanyaan berikutnya adalah, "apa yang mau diakses? Apa yang mau dia
kerjakan dengan peralatan itu, dengan keunggulan-keunggulan teknologi itu.
4. Perbedaan
kelas
Kelas merupakan salah satu penentu utama
inklusi digital atau pengecualian . Mike Holderness berpendapat bahwa 'itu
tetap kasus yang paling tajam , paling jelas enumerable membagi dalam ruang
cyber adalah mereka berbasis di mana seseorang hidup dan berapa banyak uang
satu memiliki ' ( Holderness 1998: 37 ) . Dalam kebanyakan kasus , orang kaya
cenderung tinggal di tempat dengan infrastruktur telekomunikasi yang baik
dengan broadband dan nirkabel jaringan , sedangkan miskin orang yang tinggal di
ghetto kurang cenderung memiliki baik sanitasi , apalagi jaringan
telekomunikasi yang baik (lihat Hoffman et al, 2000 . ; Ebo 1998) .
Kecenderungan umum di kedua negara maju dan berkembang adalah bahwa kelas kaya
adalah yang pertama untuk memiliki dan menggunakan teknologi media ini mutakhir
sementara orang-orang miskin hanya mendapatkan mereka sebagai akibat dari efek
' trickle -down ' ketika harga komputer dan koneksi internet menjadi terjangkau
. Sekali lagi , Internet sendiri adalah modal - intensif dan kemudian
kebanyakan orang miskin disimpan di pinggiran nya karena komputer , modem ,
perangkat lunak dan Internet Service Provider ' bulanan langganan mungkin tidak
terjangkau bagi mereka .
5. Pendidikan
Sebagian besar digital orang
dikecualikan lebih cenderung kurang berpendidikan dan akan kurang baik dibayar
dalam pekerjaan mereka , meskipun hal ini tidak berarti bahwa mereka tidak
menggunakan Internet . untuk Misalnya , PBB Program Pangan Dunia ( UNWFP )
memiliki inovatif secara online kampanye penggalangan dana musiman di Afrika
yang menghubungkan masyarakat miskin , kurang berpendidikan petani skala kecil
di daerah pedesaan untuk menjual sebagian dari tanaman mereka secara online (
UNWFP 2007) . Demikian pula , orang juga dapat menemukan bahwa orang-orang tua
berpendidikan mungkin sering menggunakan Internet lebih dari pemuda
berpendidikan dan menganggur muda di daerah perkotaan maju dan berkembang .
Namun, seperti Suzanne Damarin berpendapat , jenderal Kecenderungan adalah
bahwa pendidikan atau kurangnya lebih lanjut memperkuat kesenjangan antara
mereka yang bisa menggunakan internet dan mereka yang tidak bisa karena
kemungkinan menggunakan Internet selalu meningkat dengan tingkat seseorang
pendidikan karena pengarusutamaan TIK baru dalam pendidikan ( Damarin 2000 : 17
) .
-
Upaya mengatasinya :
Upaya mengatasi kesenjangan digital
tidak cukup dengan hanya menggelontorkan investasi infrastruktur secara
besar-besaran. Langkah ini memang terkesan membereskan seluruh persoalan, namun
sebenarnya masih menyisakan aspek-aspek penting lain yang tak tersentuh.
Pertemuan World Summit on the Information Society yang diselenggarakan oleh PBB
telah merumuskan solusi integratif dan berkelanjutan dalam mengatasi problem
kesenjangan digital, yakni dengan membangun infrastruktur TIK, membentuk
masyarakat informasi, dan edukasi TIK.
Kurangnya perhatian negara dalam edukasi
dan pembentukan masyarakat informasi ini ditambal oleh gerakan akar rumput.
Gerakan DEMIT adalah salah satu inisiatif yang digerakkan masyarakat desa
melalui pengembangan inovasi teknologi informasi berbasis open source. Gerakan
ini sukses menggerakkan lebih dari 300 desa di seluruh Indonesia untuk
berpartisipasi dan terlibat aktif pembahasan RUU Desa di akhir tahun 2014 silam
melalui video conference. Hingga saat ini, DEMIT terus mengkonsolidasikan diri
sebagai entitas pembangunan masyarakat desa. Selain itu, salah satu inovasi
yang cemerlang lainnya adalah program 1000 web desa gratis dengan domain Desa.id yang semakin gencar belakangan ini.
Inisiatif warga tersebut menjadi bukti
cara mengatasi persoalan kesenjangan digital terutama yang berkaitan dengan
literasi dan pembuatan konten-konten digital. Inisiatif-inisiatif seperti ini
banyak berkembang di berbagai negara dan dikenal sebagai Community Technology
Centers (CTC). Servon (2002) bahkan menulis bahwa, “Orang-orang mulanya pergi
ke CTC untuk mendapatkan akses. CTC telah menjadi sebuah institusi komunitas
baru.” Inisiatif-inisiatif ini punya potensi besar untuk mengatasi ketimpangan
akses TIK, dan bisa dikembangkan menjadi kebijakan inklusi digital (digital
inclusion policies). Tujuan dari kebijakan tersebut adalah menciptakan
knowledge society yang menyelaraskan proses literasi dengan akses TIK.
Meski demikian, cara mengatasi persoalan
kesenjangan digital tidak cukup dengan rumusan kebijakan dan program yang hanya
menyasar pada kelompok masyarakat belum melek TIK. Pangkalnya, dalam beberapa
kasus dapat kita temukan fakta bahwa persoalan kesenjangan digital bisa terjadi
di kalangan masyarakat yang sudah melek sekalipun. Misalnya saja kelompok
masyarakat kelas menengah perkotaan yang sering terjebak kedalam situasi
histeria massa ketika mereka berinteraksi secara intens dengan internet
terutama dalam media sosial.
DAFTAR
PUSTAKA
http://ranitadeinl.blogspot.com/2016/09/kesenjangan-digital-konsep-penyebab.html
http://www.remotivi.or.id/amatan/222/Persoalan-Kesenjangan-Digital-di-Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesenjangan_digital
Wasistiono, Sadu. 2013.
Pengantar Ekologi Pemerintahan. IPDN
PRESS. Jatinangor
Comments
Post a Comment